ADAT & BUDAYA MINAHASA
DALAM KOMUNITAS KAWANUA JAKARTA
DALAM KOMUNITAS KAWANUA JAKARTA
Komunitas Kawanua Jakarta menjadi ujung tombak perkem-bangan Kebudayaan Minahasa. Pandangan dan sikap berseni budaya Minahasa antara Kawanua yang lahir di Minahasa berayah-ibu Minahasa, (klasifikasi "A"), berbeda dengan kawanua yang lahir di luar Minahasa ber-ayah atau ibu, kakek nenek yang bukan orang Minahasa, perkawinan campuran (klasifikasi "B").
Kawanua klasifikasi "A" merasa sebagai ahli waris utama dalam berseni budaya Minahasa, mereka merasa berhak untuk memanfaatkan seni budaya Minahasa untuk tujuan pribadi dalam berbagai bentuk dan nama sebaga tokoh kawanua (Tonaas).
Kawanua klasifikasi "B" merasa sebagai ahli waris nomor dua dalam berseni budaya Minahasa, tapi sepak terjangnya dalam kegiatan mengangkat seni budaya Minahasa mereka tanpa pamrih dengan dedikasi yang tinggi, tanpa keinginan mengexploitasi untuk kepentingan pribadi, mereka hanya mencari nama untuk mengukuhkan dirinya sebagai "Orang Manado" turunan Toar-Lumimuut.
Pemikiran berseni budaya Kawanua klasifikasi "A" beraliran Ortodox-klasik yang sebenarnya masih menyimpan unsur tradisi lama di dalam lubuk hatinya. Hanya karena intelektualitas mereka tinggi maka hal itu tidak nampak dan pengaruh Budaya Kristen di Minahasa yang menggantikan budaya asli.
Budaya Kristen Minahasa sebenarnya berbentuk kebudayaan Eropa. Bila mereka melihat Upacara Adat Minahasa yang menggunakan sirih-pinang dan Tawa'ang maka pikiran mereka akan berbunga-bunga ke masa tridisi lama.
Kawanua klasifikasi "B" beraliran klasik-konvensional yang menempatkan seni budaya Minahasa sebagai pengetahuan yang wajib di kuasai. Apabila melihat sesajian Upacara Adat Minahasa, Tawa'ang dan sirih-pinang, tidak menimbulkan gejola bathin atau kontra Kristen. Mereka menganggap itu sebagai sarana upacara adat yang sama di seluruh Indonesia, berposisi sebagai turis di mana sirih-pinang itu bagian dari seni pertujukan.
Penulis telah mengamati perilaku dan jalan pikiran beberapa tokoh Kawanua Jakarta sejak tahun 1986 dalam organisasi KKK dan Yayasan Kebudayaan Minahasa. Yang termasuk Kawanua Klasifikasi "B” adalah Alex Kawilarang (Alm), Dr. Gerard Paat (Alm), Julian Walandouw, Ps. Alex Paat (Alm), Benny. J. Mamoto, dan Alfred Sundah. Sedangkan yang masuk Kawanua Klasifikasi "A" adalah Ventje Sumual, Jessy Wenas, Bert Supit, Dr. H.A.R. Tillar, Benny Tengker dan Jappy Tambajong (Remi Silado).
Pada seminar Supranatural Opo-opo dengan pemakalah tunggal Bos Mawikere di Hotel Indonesia tahun 1989, Alex Kawilarang (Alm) tidak memberi komentar apa-apa dan hanya sebagai pendengar, Ventje Sumual berusaha memberikan sedikit tanggapan dan analisa. Seperti kita ketahui pengetahuan Opo-opo di kalangan Militer Kawanua sangat kental sejak perang kemerdekaan sampai pergolakan permesta.
Dr. Gerard Paat menemukan teori mengembangkan kesenian Minahasa di Jakarta sejak sebelum KKK berdiri, walau punya kesanggupan tapi tidak berani melaksanakannya dalam praktek. Menyarankan agar Jessy Wenas mengembangkan tari kebasaran (Cakalele) di Jakarta yang menurut dia lebih berhak, atau dalam tulisan ini Jessy Wenaas masuk klasifikasi "A".
Tahun 1986 Julian Walandouw jadi ketua pelaksana seminar Perang Tondano dan dalam rapat langsung menyerahkan uang operasional Rp. 500.000,- walaupun diperingatkan oleh Bert Supit dengan nasihat bahwa dalam seminar itu Pahlawan Perang Tondano Saranpung dan Korengkeng dapat muncul sebagai pengkhianat. Akhirnya hasil seluruh seminar di terbitkan dalam bentuk buku dengan penulis Bert Supit tapi Julian Walandouw tidak merasa dirugikan.
Kertas kerja seminar-seminar mengenai orang Minahasa tulisan Ps. Alex Paat sangat berbeda dengan tulisan DR. H.A.R. Tilaar walau mengenai thema yang sama. Ps. Alex Paat (Alm) mengarah pada perbedaan materi dalam diri orang Minahasa, unsur budaya asli, budaya China, budaya Spanyol dan Belanda dan pola makanan, membentuk karakter orang Minahasa.
DR. H.A.R. Tilaar mengarah kan pada masalah identitas, kualitas dan religius untuk masa mendatang, tidak perlu menjawab bagaimana pembentukan karakter orang Minahasa di masa lampau.
Benny Tengker menganggap penting menerbitkan ceritera Toar-Lumimuut tulisan Engelin G. tahun 2007 atas nama KKK katanya ditulis dengan tuntunan leluhur.
Benny Mamoto melakukan pegelaran Maengkat dengan nyanyian Karema, Toar, dan Lumimuut di Tompaso-Pinawe tengan bulan Juli 2007 sebagai seni pertunjukan.
Alfred Sunda mengeluarkan uang dari kantong sendiri untuk mengangkat dan memajukan Musik Kolintang dan Maengket melalui sanggar "Kadoodan".
Jappy Tambajong (Remi Silado) melakukan bisnis pagelaran drama "Toar Lumimuut" hampir setiap dua tahun yang terakhir di lakukan di Gedung Kesenian Jakarta tahun 2005.
Jessy Wenas memimpin Acara Adat Minahasa “Sumawut Tawaang, Rumiker U Roko’ dan Suma U Santi” pada Pelantikan Pengurus KKK pada 2 Februari 2008 di Jakarta dan pada Acara Peringatan 100 Tahun Negeri Danowudu, 11 Mei 2008 di Danowudu, Bitung.
Inspironi
October 8, 2012 at 4:39 AM
Salam baku dapa :)